Friday, August 1, 2014

33 Album Kenangan

ALBUM KENANGAN
THE VERY BEST OF LILIS SURYANI?
Oleh: Nathan Mintaraga

Ketika sebuah album nostalgia Lilis Suryani yang berbentuk Compact Disc (CD), ‘Golden Hits Memory’, diproduksi tahun 2004 oleh BP Disc, 28 rekaman asli lagu-lagu Lilis yang semuanya adalah hasil produksi Remaco dipilih, dipilah dan dikompilasi. Termasuk di situ juga lagu-lagu dari album-album hasil karya anak-anak perusahaan Remaco, seperti Indah, Mesra, Mutiara dan Diamond Record.

Lagu-lagu Lilis yang dikategorikan terbaik sekali sepanjang masa keemasan karier musiknya (The Very Best of Lilis Suryani), tetapi hanya dari tahun 1965 sampai 1971 saja, diperbaharui lagi secara digital (digitally remastered) oleh BP Disc.

Friday, May 9, 2014

32 ‘A Seng’ – Si Macan Glodok

‘A SENG’ – SI MACAN GLODOK *
BERLALUNYA MASA KEEMASAN 10 TAHUN
Oleh: Nathan Mintaraga

Album (LP) 1 ‘Si A Seng Matjan Glodok’, yang dirilis pertengahan tahun 1971 di bawah label Indah (Remaco), adalah album terakhir Lilis Suryani yang masih mampu mengeluarkan beberapa hits yang cukup berarti. Memang dari tahun 1967 sampai saat itu, semenjak ia ‘terpaksa’ turun dari kedudukannya di ‘atas’ setahun sebelumnya, karier musik Lilis harus melewati banyak tantangan pasang surut.

Kendatipun demikian di antara beberapa piringan hitamnya yang bisa dikategorikan sebagai album-album yang ‘kurang’ mengesankan, selama itu Lilis masih berhasil meluncurkan beberapa album yang secara komersiil sukses sekali, seperti ‘Pemburu’ (1967), ‘LS’ (1968), ‘Air Mata’ 2 (1969), serta album dangdutnya yang pertama, ‘Wadjah Menggoda’ (1970). Tak terlupakan album barunya ini, ‘Si A Seng Matjan Glodok’!

Tuesday, April 15, 2014

31.2 Seruling Bambu (2)

SERULING BAMBU (2)
KERONCONG TRADISIONAL 
Oleh: Nathan Mintaraga

Awal dasawarsa ke-70, ketika Lilis Suryani masih menikmati kesuksesan comeback-nya dengan lagu-lagu berirama Pop-Melayu: Tamasja ke Tawang Mangu, Keinsjafan dan Gadis Sakura, ia merilis sebuah album (LP) 1 kompilasi bersama beberapa artis ‘baru’ lainnya berjudul ‘Krontjong Rangkaian Mutiara’, diiringi oleh band D’Stranger di bawah pimpinan Eddy dan Jasir Sjam. Melalui album itu untuk kedua kalinya Lilis bereksperimen dengan sebuah aliran musik ‘lain’: irama keroncong tradisional.

Pada waktu itu, selain musik dangdut, lagu-lagu semacam itu yang biasanya hanya dibawakan oleh biduan/biduanita asal Jawa saja, juga masih belum begitu lazim untuk ditangani oleh artis-artis pop nasional, apalagi yang sudah mempunyai nama seperti dia. Kendatipun demikian, hal itu tidak menghalangi keberaniannya untuk berinisiatif serta terjun ke arena baru yang masih belum pernah ia coba tersebut!

Wednesday, April 2, 2014

31.1 Seruling Bambu (1)

SERULING BAMBU (1)
POP – SUNDA/DANGDUT
Oleh: Nathan Mintaraga

Semenjak awal karier musik profesionalnya, gara-gara sebuah lagu berbahasa Sunda di album perdananya, Lilis Suryani dikenal di Indonesia sebagai artis pop (arus utama) remaja pertama yang berhasil menenarkan lagu-lagu Sunda secara nasional. Lagu-lagu yang biasanya hanya dikenal secara lokal saja, karena bahasanya tidak (selalu) dimengerti oleh suku-suku yang lain, dibuat olehnya menjadi lagu-lagu termasyhur di tanah air, yang ikut bersaing di dunia musik populer nasional.

Lagu Sunda Lilis yang pertama, Tjai Kopi, dari album mini (EP) 1 perdananya bersama Moeslihat dan Sofjan langsung menjadi hit ketika baru saja dirilis tahun 1963. (Lihat artikel: Tjai Kopi – Lahirnya Sebuah Legenda)

Saturday, March 15, 2014

30.2 (OM) Pantjaran Muda (2)

(OM) PANTJARAN MUDA (2)
GADIS SAKURA 
Oleh: Nathan Mintaraga

Awal tahun 1971, kembali diiringi oleh Orkes Melayu (OM) Pantjaran Muda di bawah pimpinan Zakarya, Lilis Suryani merilis album (LP) 1 ‘khusus’ dangdut yang kedua, ‘Gadis Sakura’. Kesuksesan album sebelumnya, ‘Wadjah Menggoda’ (1970), yang menghasilkan dua hits sangat besar: Tamasja ke Tawang Mangu dan Keinsjafan, mendorong mereka untuk masuk dapur rekaman studio Remaco sekali lagi.

Sebenarnya Lilis sudah lama sekali mengenal Zakarya, bahkan pernah bekerja sama dengannya. Tahun 1963/1964 ketika ia sedang menikmati masa keemasan karier musiknya sebagai artis piringan hitam nomor satu di Indonesia (1963-1966), Lilis bertemu untuk pertama kalinya dengan musisi tersebut, yang juga dikenal di dunia musik saat itu sebagai seorang penyanyi serta penggubah lagu-lagu pop nasional.

Saturday, March 1, 2014

30.1 (OM) Pantjaran Muda (1)

(OM) PANTJARAN MUDA (1)
PARAS YANG MENGGODA
Oleh: Nathan Mintaraga

Hampir setahun setelah berhasil menikmati kesuksesan ‘come back’-nya di dunia musik populer Indonesia dengan album (LP) 1 ‘Air Mata’ 2 (1969), penuh ambisi Lilis Suryani merilis untuk pertama kalinya sebuah piringan hitam berirama dangdut, diiringi oleh Orkes Melayu (OM) Pantjaran Muda di bawah pimpinan Zakarya.

Album (LP) yang berjudul ‘Wadjah Menggoda’ (Remaco) tersebut terdiri dari 12 lagu baru yang hampir semuanya digubah oleh Zakarya. Hanya beberapa saja, untuk melengkapi jumlah lagu yang diperlukan bagi album itu, adalah hasil karya Lilis sendiri, dan juga Iin Sumantri, seorang ahli/pencipta lagu-lagu dangdut.

Saturday, February 1, 2014

29 Air Mata 'Abadi'

AIR MATA ‘ABADI’
‘NGETOP LAGI!
Oleh: Nathan Mintaraga

Kemasyhuran Djanggo dan Bintang Leo dari album kompilasi (LP) 1 ‘Ini dan Itu’ (1968) di bawah label Mesra Record ternyata menyambung masa keemasan Lilis Suryani yang terpaksa ‘tertangguh’ sejenak ketika album-albumnya yang terakhir, ‘Pulang Muhibah’ (Irama Records) dan ‘Taxi Ibukota’ (Remaco) gagal menciptakan hits untuknya. (Lihat artikel: Menangani ‘Django’ (1) – Dari Sukiyaki ke Djanggo)

Ketika album solo berikutnya, ‘Air Mata’ 2, diluncurkan oleh Remaco awal tahun 1969, kedudukannya di dunia musik hiburan Indonesia benar-benar mengokoh lagi. Kendatipun tidak sesempurna album-album klasik Lilis sebelumnya, seperti EPs 3 ‘Paduan Djandji’ 2 (Irama Records), ‘Permata Bunda’ (Bali Record) dan ‘Tjing Tulungan’ 2 (Remaco), atau kedua ‘Signature Albums’-nya (LPs): ‘Antosan’ (Bali Record) dan ‘Gang Kelintji’ 2 (Remaco), piringan hitam baru yang bagus dan sukses tersebut berhasil membuahkan beberapa hits yang cukup berarti, bahkan sebuah lagu yang ternyata menjadi salah satu lagu yang selalu diidentikkan dengan namanya. Lagu yang berkaliber ‘abadi’ sekali! 

Wednesday, January 15, 2014

28.2 'Oriental'-Isme (2)

‘ORIENTAL’-ISME (2)
KUTSUKAKE TOKIJIRO
Oleh: Nathan Mintaraga

Tahun 1969 juga ditandai oleh munculnya banyak duet antara biduan dan biduanita yang sebelumnya secara solo sudah dikenal di Indonesia. Partnership pertama yang ‘tak terduga’ pada waktu itu adalah antara artis remaja baru, Titiek Sandhora, dengan Muchsin, seorang penyanyi kawakan yang sudah cukup lama tanpa hasil berkecimpung di dunia musik dangdut nasional. Gara-gara ketenaran Titiek Sandhora sebagai penyanyi pop yang saat itu sedang naik daun, persekutuan mereka membantu membuat namanya ikut menonjol di arus utama dunia musik nasional.

Sekalipun partnership tersebut diprakarsai oleh Remaco, ternyata berdua mereka berhasil membentuk grup duet paling termasyhur tahun itu, mempengaruhi suatu kecenderungan yang berlangsung hampir tiga tahun lamanya. Partnership Muchsin-Titiek Sandhora bertahan lama sekali, bahkan bukan hanya di bidang musik saja, tetapi juga akhirnya sebagai sepasang suami-istri.

Wednesday, January 1, 2014

28.1 'Oriental'-Isme (1)

‘ORIENTAL’-ISME (1)
PERGANTIAN ERA
Oleh: Nathan Mintaraga

Tahun 1969 adalah tahun yang mengawali suatu era baru di dunia musik populer Indonesia, yang mau-tidak-mau mempengaruhi perkembangan karier musik ketiga artis paling unggul saat itu: Ernie Djohan, Tetty Kadi dan Lilis Suryani. Tahun itu ditandai dengan munculnya banyak sekali biduan/biduanita (remaja) dari berbagai daerah di tanah air, bahkan daerah-daerah pedalaman, yang berlomba-lomba menjadi artis-artis rekaman bertaraf nasional.

Kalau sebelumnya industri tersebut selalu didominasi oleh penyanyi-penyanyi yang hanya berasal dari (atau bermukim di) Jawa Barat saja, kebanyakan dari kota Jakarta atau Bandung, mulai tahun itu mereka sudah tidak dibatasi oleh kedua kota itu lagi.