Friday, September 20, 2013

22.2 Kau Selalu di Hatiku (2)

KAU SELALU DI HATIKU (2)
MEMUNCAK DI TELUK BAYUR
Oleh: Nathan Mintaraga

Album (LP) 1 ‘Kau Selalu Dihatiku’ 2 mengandung delapan lagu yang tak terlupakan. Wedhasmara, salah seorang penggubah lagu yang paling dikenal dasawarsa itu, mengkontribusikan tiga lagu: Kembalilah, Sendja Dibatas Kota dan Kau Selalu Dihatiku, lagu paling termasyhur yang berasal dari album itu. Sebelumnya ia sudah dikenal di Indonesia sebagai pencipta lagu Selamat Berpisah dari album ‘Sendja di Kaimana’, salah satu hit terbesar tahun 1965 yang membuat nama penyanyinya, Retno, nama yang sangat dikenal di seluruh Nusantara.

Selain itu untuk album Ernie Djohan tersebut, Zaenal Arifin menciptakan dua lagu: Djemput Aku Djam 5 Sore dan Kenangan Manis Mesti Berlalu. Tak terlupakan lagu-lagu Samudraku karya Jessy Wenas, serta Mustafa dan Hudjan, keduanya hasil karya Tom RS.

Album itu bermutu sesempurna album ‘Pulau Seribu’ 2 dari Tetty Kadi, atau album-album Lilis Suryani: ‘Permata Bunda’, ‘Antosan’, ‘Tjing Tulungan’ 2 dan ‘Gang Kelintji’ 2. Selain semua lagunya tak terkecualikan menjadi hits yang besar, album-album tersebut memperkenalkan unsur-unsur baru yang unik, khas dan distinktif sekali di zaman masing-masing, yang ikut memperlihatkan kemajuan perkembangan dunia rekaman musik populer nasional pada masa itu.

Di samping itu, sejenak sebelum Ernie Djohan mengalami kejayaan kariernya yang fenomenal, suatu era baru di dunia komunikasi Indonesia terjadi! Kalau dahulu lagu-lagu yang sedang populer, baik nasional maupun internasional, hanya bisa didengarkan atau dinikmati melalui acara-acara siaran Radio Republik Indonesia (RRI) atau radio-radio luar negeri, semenjak awal tahun 1967 terjadilah perubahan besar yang menggoncangkan rutin tersebut.

Sebuah trend baru dimulai, di mana radio-radio amatir tumbuh di mana-mana laksana jamur-jamur liar di musim hujan. Beratus-ratus banyaknya dibuka di setiap kota besar, bahkan pelosok-pelosok pedalaman, menyajikan berbagai ragam musik yang biasanya tidak semuanya disiarkan oleh RRI setempat. Semenjak saat itu masyarakat bisa memilih jenis-jenis musik yang hendak mereka nikmati, karena di mana-mana selalu ada saja radio-radio amatir yang menyajikannya. Apakah itu pop, rock, keroncong atau dangdut, bahkan musik-musik yang bersifat tradisional sekali! Demikian juga lagu-lagu barat yang biasanya hanya bisa didengarkan melalui radio-radio dari Belanda atau Australia, atau lagu-lagu Mandarin yang sebelumnya pernah dilarang wewenang untuk disiarkan di tanah air!

Ernie Djohan adalah salah satu dari hanya beberapa artis saja di Indonesia yang berhasil mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Kemahirannya berbahasa Inggris memberi oportunitas yang besar untuk memperluas kariernya melalui ceruk tersebut.

Tahun 1967, saat menikmati awal kejayaan karier musik nasionalnya gara-gara album ‘Kau Selalu di Hatiku’, untuk pertama kalinya ia merekam 12 lagu dalam bahasa Inggris (semuanya cover versions) di Singapura di bawah label Philips diiringi oleh band Buana Suara. Koleksi lagu-lagu yang kemudian dirilis sebagai tiga album mini (EP) 3 tersebut berhasil mempercepat karier Ernie meraih puncaknya.

EP pertama dari seri itu adalah ‘To Sir with Love’ (1967), yang mengandung empat lagu: To Sir with Love, Let’s Pretend, San Francisco dan Lonely Again. Semuanya disajikan persis seperti aslinya, baik dari cara Ernie menyanyi sampai iringan musiknya. Sekalipun tidak bisa memadai kesuksesan album mini sebelumnya, album mini yang kedua, ‘I’m a Tiger’, yang dirilis tahun 1968, juga menjadi cukup terkenal ketika baru diluncurkan. Seri ketiga, EP Garden of My Home, yang dirilis tidak lama sesudahnya, adalah yang paling tidak sukses. Ketiga album mini tersebut juga sempat dicetak ulang dan dirilis di Indonesia oleh Remaco.

Kendatipun tidak bisa disamakan, karena tidak sebagus aslinya, album-album mini yang dirilis secara berturut-turut itu cukup berhasil gara-gara dukungan radio-radio amatir di Indonesia. Juga disebabkan oleh karena meng-cover tiga lagu (To Sir with Love, Let’s Pretend dan I’m a Tiger) dari penyanyi remaja Inggris yang sedang naik daun di dunia tahun itu, Lulu, bahkan menjiplak suaranya dengan persis sekali, Ernie Djohan dikenal di tanah air, hasil julukan pers, sebagai Lulu versi Indonesia.

Semenjak saat itu banyak artis ternama lainnya yang juga mencoba meraih kesuksesan di bidang itu dengan merekam lagu-lagu (album-album) berbahasa Inggris, seperti Bob Tutupoly, Pattie Bersaudara, Diah Iskandar, Djoko Susilo, Tetty Kadi (album ‘Ob-La-Di Ob-La-Da’), Titiek Sandhora dan Muchsin (album ‘Don’t Make Me Over’), Emilia Contessa, Vivi Sumanti, Tanti Josepha dan lain sebagainya. Tetapi tidak ada yang bisa memadai kesuksesan yang telah diraih oleh Ernie Djohan di era itu! (Lihat artikel: Menangani ‘Django’ – Dari Sukiyaki ke Djanggo)

Berbeda dengan Tetty Kadi yang sesudah album pertamanya, ‘Pulau Seribu’, tidak berhasil merilis album-album sebagus itu lagi, Ernie Djohan mampu mempertahankan kedudukannya di ‘atas’ tahun berikutnya (1968) setelah merekam sebuah album (LP) untuk kedua kalinya bersama orkes Zaenal Combo, juga di bawah label Remaco, yang berjudul ‘Teluk Bajur’.

Album yang sekarang juga diakui sebagai salah satu album klasik dari era tahun 60-an tersebut mengandung lagu-lagu: Sedjak di Perdjalanan (ciptaan: Wedhasmara), Pemalu (ciptaan: Jessy Wenas), Rato Denai (ciptaan: Jasir Sjam), Panggilan Desa (ciptaan: Jasir Sjam), Deny (ciptaan: Zaenal Arifin), Teluk Bajur (ciptaan: Zaenal Arifin), Mengenang Nasibku (ciptaan: Ernie Djohan) dan Sajang (ciptaan: Wedhasmara). Bagaikan album sebelumnya, semua lagu di dalamnya, tak terkecualikan, terutama lagu Teluk Bajur, menjadi hits yang besar sekali di Indonesia, bahkan di negara-negara tetangga.

Seperti ‘Kau Selalu di Hatiku’ yang sudah menjadi signature album Ernie Djohan yang pertama, ‘Teluk Bajur’ juga langsung dinyatakan sebagai signature album-nya yang kedua!

Sekalipun setelah itu ia masih berhasil merilis beberapa album yang cukup berhasil, baik dengan orkes Zaenal Combo maupun orkes-orkes lainnya, seperti: Empat Nada, Buana Suara, Electrica, Arulan dan lain sebagainya, tidak pernah ada albumnya yang bisa menyamai kesuksesan dan kesempurnaan kedua album klasik di atas.

Nathan Mintaraga
September 2013

Catatan:

1 LP (Long Play) adalah album PH (Piringan Hitam) yang biasanya memuat delapan lagu dengan maksimum 12 lagu. Diputar dengan kecepatan 33 1/3 RPM (Remixes Per Minute)

2 Oleh karena judul sebuah album pada waktu itu tidak begitu lazim, nama lagu yang paling termasyhur dari album tersebut ditambahkan begitu saja di dalam artikel ini sebagai judul albumnya hanya untuk membedakannya dari album-album yang lain

3 EP (Extended Play) adalah album mini PH (Piringan Hitam) yang biasanya memuat maksimum empat lagu. Diputar dengan kecepatan 45 RPM (Remixes Per Minute). Populer sekali di era itu sampai kurang lebih akhir dasawarsa ke-60

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Download lagu-lagu:
(Syair lagu-lagu Lilis Suryani menurut urutan alfabet bisa ditemukan di sini)

No comments:

Post a Comment