Nathan

NATHAN MINTARAGA
MENGGALI NOSTALGIA MENGISI ARSIP PUSAKA



Oleh: Nathan Mintaraga

Nathan Mintaraga yang lahir di kota Surabaya, dibesarkan dengan lagu-lagu pop yang pada waktu itu umumnya hanya bisa diakses melalui acara-acara siaran Radio Republik Indonesia (RRI) di kotanya atau kota-kota lain di sekitarnya.

Ketika ia mendengar suara seorang artis baru bernama Lilis Suryani untuk pertama kalinya, menyanyikan lagu-lagu dengan irama-irama yang terdengar jauh lebih cocok untuk selera generasinya pada waktu itu, disisipkan di antara lagu-lagu seperti: Diwadjahmu Kulihat Bulan (Sam Samiun), Kampuang Nan Djauh di Mato (Oslan Husein), Nurlela (Bing Slamet), Sengsara (Rachmat Kartolo), Sampul Surat (Rita Zahara), dan Menanti di Bawah Pohon Kambodja (Nien Lesmana), ia menjadi tertarik sekali untuk mengetahui lebih lanjut asal-usul dan pribadi penyanyi itu.

Menyaksikan lagu-lagunya yang termasyhur: Tjai Kopi, Dikala Malam Tiba, Paduan Djandji, Bimbang, Ratapku, Adillah Tjiptaan Duniaku dan seterusnya dikumandangkan terus-menerus di udara, menguasai semua tangga lagu-lagu di seluruh Indonesia, ia menjadi semakin terpukau dengan penyanyi yang mempunyai nada dan warna suara yang amat khas tersebut.

Mulai dari saat itu ia selalu mengikuti perkembangan kariernya, demikian juga album-album dan lagu-lagu barunya. Segala informasi mengenai artis kesayangannya itu dikumpulkan olehnya dalam bentuk potongan-potongan artikel surat-surat kabar atau majalah-majalah. Bahkan berita-berita mengenainya yang didesas-desuskan oleh sumber-sumber media lainnya disimpan baik-baik olehnya.

Ia juga membuat sebuah buku nyanyian khusus yang lengkap berisi lagu-lagu Lilis Suryani sesuai urutannya, dari Tjai Kopi (1963), lagu yang mengawali karier luar biasanya tersebut, sampai lagu Teringat Kampung Halaman yang dirilis tahun 1971, tahun di mana Nathan pergi meninggalkan tanah air untuk bermukim di luar negeri.

Kendatipun lama sekali hidup berkelana, Nathan tidak pernah melupakan penyanyi itu. Sampai sekarang apabila ia merasa rindu akan tanah airnya, lagu-lagu Lilis Suryani dari masa kecilnyalah yang selalu terdengar sayup-sayup berkumandang melalui kedua speakers komputer di kamar kerjanya.

Mungkin sekarang sudah tidak ada seorang pun, baik yang tinggal di Indonesia maupun negara-negara lain di dunia, termasuk Nathan sendiri, yang mempunyai informasi lengkap mengenai riwayat hidup dan karier biduanita legendaris itu, yang sampai sekarang sudah berhasil memegang dua records yang tak terpecahkan di Indonesia.

Pertama: Sebagai satu-satunya penyanyi yang bisa bertahan ‘di atas’ hampir empat tahun lamanya (1963-1966). ‘Di atas’ dalam arti yang sesungguhnya, di mana semua album dan lagu-lagunya merajai tangga lagu-lagu daerah, dan juga nasional, secara beturut-turut.

Kedua: Sebagai satu-satunya penyanyi yang berhasil merilis album-album dalam waktu yang bersamaan di bawah berbagai labels dengan iringan orkes-orkes yang berlainan. (Lihat artikel: Dari Tjai Kopi Hingga Air Mata – Mendominasi Pasaran Musik Pop)

Melalui blog ini Nathan ingin membagikan sedetil mungkin semua catatan serta pengetahuan yang sudah ia kumpulkan semenjak masa kecilnya, mengenai penyanyi kesayangannya Lilis Suryani, tahun-tahun kejayaannya dan juga saat-saat di mana kepopulerannya mulai meluntur awal dasawarsa ke-70.

Harapannya, blog ini bisa mengisi kekosongan informasi mengenai artis legendaris yang sudah berhasil mengubah jalannya sejarah musik populer di Indonesia era tahun 60-an, agar kontribusinya yang besar pada waktu itu tidak dilupakan orang. Ia juga berharap, agar semua catatan yang dibagikan di sini bisa dipergunakan kelak oleh generasi-generasi mendatang, yang sekalipun tidak diresmikan secara sah, sebagai sebagian kecil informasi dari arsip pusaka seni musik di Indonesia. Terutama oleh karena catatan-catatan itu berkaitan dengan beberapa lagunya yang secara tidak langsung terlibat dengan peristiwa politik amat penting yang terjadi di era bersejarah tersebut!

Latar belakang pendidikan Nathan Mintaraga adalah arsitektur. Ia juga berpendidikan guru di bidang seni rupa dan bahasa Indonesia di negara yang sudah lama mengadopsinya.

Nathan Mintaraga
Agustus 2012

No comments:

Post a Comment