Tuesday, April 15, 2014

31.2 Seruling Bambu (2)

SERULING BAMBU (2)
KERONCONG TRADISIONAL 
Oleh: Nathan Mintaraga

Awal dasawarsa ke-70, ketika Lilis Suryani masih menikmati kesuksesan comeback-nya dengan lagu-lagu berirama Pop-Melayu: Tamasja ke Tawang Mangu, Keinsjafan dan Gadis Sakura, ia merilis sebuah album (LP) 1 kompilasi bersama beberapa artis ‘baru’ lainnya berjudul ‘Krontjong Rangkaian Mutiara’, diiringi oleh band D’Stranger di bawah pimpinan Eddy dan Jasir Sjam. Melalui album itu untuk kedua kalinya Lilis bereksperimen dengan sebuah aliran musik ‘lain’: irama keroncong tradisional.

Pada waktu itu, selain musik dangdut, lagu-lagu semacam itu yang biasanya hanya dibawakan oleh biduan/biduanita asal Jawa saja, juga masih belum begitu lazim untuk ditangani oleh artis-artis pop nasional, apalagi yang sudah mempunyai nama seperti dia. Kendatipun demikian, hal itu tidak menghalangi keberaniannya untuk berinisiatif serta terjun ke arena baru yang masih belum pernah ia coba tersebut!

Kalau awal tahun 60-an musik Sunda mempunyai Upit Sarimanah sebagai ahlinya, musik dangdut: Ellya Khadam, musik Minang: Elly Kasim/Oslan Hussein, dan musik keroncong: Enny Koesrini, semenjak tahun 1968 lagu-lagu Jawa/keroncong tradisional mempunyai spesialis yang baru serta modern, Waldjinah, seorang artis (legendaris) yang untuk pertama kalinya berhasil memasyhurkan lagu-lagu semacam itu secara nasional. Lagu Jawanya, Walang Kekek, hasil ciptaan komponis nasional ‘luar biasa’ Gesang Martohartono berhasil membuat namanya seketika itu juga dijadikan buah bibir di seluruh Nusantara!

Lilis sendiri pernah terlibat dengan produksi sebuah lagu Pop-Keroncong-Dangdut modern kala bekerja sama dengan orkes Zaenal Combo, merekam album (LP) ‘Pemburu’ (Remaco) tahun 1967. Kisah Tjinta, sebuah lagu lama ciptaan Rachman A, direkam lagi olehnya menggunakan unsur-unsur irama itu guna melengkapi jumlah delapan lagu yang diperlukan untuk mencetak album klasik tersebut. (Lihat artikel: Ujung PandangMemburu si Baju Loreng)

Pada waktu itu irama musik semi-keroncong (sangat) modern karya Zaenal Arifin memang sudah menjadi trademark orkes Zaenal Combo sepanjang pertengahan akhir dasawarsa ke-60. Lagu-lagu: Batu Badaong dari Pattie Bersaudara, Kasih Ibu dari S Warno dan akhirnya yang paling sempurna, Pulau Seribu dan Teringat Selalu dari Tetty Kadi, membuktikan keahlian pemusik legendaris tersebut dalam memadukan irama-irama musik populer/modern (pop/rock) dengan musik keroncong (tradisional Indonesia). (Lihat artikel: Teringat Selalu (2) – Menyaingi Idola)

Tetapi kali ini, di dalam album ‘Krontjong Rangkaian Mutiara’hasil produksi Diamond Record (Remaco), Lilis bersama penyanyi-penyanyi Andrianie dan Rivanny, yang ketika itu namanya masih belum dikenal di Indonesia, merekam untuk pertama kalinya lagu-lagu berirama keroncong tradisional. Meskipun di antaranya ada beberapa lagu baru, kebanyakan isinya adalah lagu-lagu lama yang di-cover lagi oleh mereka.

Lagu ‘abadi’ karya Lilis Suryani yang baru saja membuat dia ‘ngetop lagi di tanah air setahun sebelumnya, Air Mata, dibawakan oleh Andrianie, yang juga merekam lagu-lagu Sang Bangau (NN), Senjum dan Senjum Lagi (ciptaan: Titiek Puspa) dan Mana Aku Tahu Dia Pergi (ciptaan: Jessy Wenas). Sedangkan biduan Rivanny mengkontribusikan lagu-lagu Semalam di Kuala Lumpur (ciptaan: Wedhasmara), Djumpa Dalam Mimpi (NN), Dimana Gunung Berdjumpa (NN) dan Karangan Bunga dari Selatan, gubahan seniman legendaris Ismail Marzuki.

Sekali lagi, seperti yang sudah menjadi kebiasaan semenjak awal karier musik popnya, kembali dari semua, hanya lagu-lagu yang disenandungkan oleh Lilis saja yang menjadi termasyhur.

Di samping Lain Dulu Lain Pula Sekarang (ciptaan: Oetjin)dan Burung Kenari (ciptaan: M Sagi), Lilis juga merekam dua buah lagu klasik termasyhur dari tahun 50-an/60-an. Pertama, Pesanku (ciptaan: Chasmanan), sebuah lagu yang sudah pernah dimasyhurkan secara nasional oleh Onny Suryono awal pertengahan pertama dekade sebelumnya. Demikian juga lagu Suling Bambu (NN), yang sebelumnya sudah di-cover oleh banyak artis nasional terkenal lainnya. Lagu kedua yang dibawakan oleh Lilis dengan irama keroncong tradisional itu ternyata menjadi satu-satunya lagu tak terlupakan yang berasal dari piringan hitam itu.


Kembali tidak lama sesudah Lilis merilis album dengan lagu-lagu keroncong tradisional itu, banyak artis pop lainnya juga mengikuti trend tersebut. Apalagi setelah kemunculan seorang biduan baru asal kota Surabaya, Mus Mulyadi, yang diakui sampai sekarang sebagai ahli (sesepuh) dari lagu-lagu yang berirama semacam itu. Sekalipun banyak artis-artis terkenal lainnya yang juga mengikuti trend tersebut, hanya Mus Mulyadi saja yang, tanpa tandingan, menguasai pasaran musik keroncong Indonesia sepanjang dasawarsa ke-70 itu.

Beberapa tahun kemudian, ketika masa keemasan Lilis Suryani telah meluntur, ia meluncurkan sebuah album solo (LP), ‘Krontjong Warna Warni’ (Mutiara/Remaco), diiringi oleh Orkes Krontjong Bintang Djakarta di bawah pimpinan Sudiman. Album yang terdiri dari lagu-lagu yang hampir semuanya adalah covers tersebut ternyata gagal mengesankan hati para penggemar Lilis yang paling setia.

Nathan Mintaraga
April 2013

Catatan:

1 LP (Long Play) adalah album PH (Piringan Hitam) yang biasanya memuat delapan lagu dengan maksimum 12 lagu. Diputar dengan kecepatan 33 1/3 RPM (Remixes Per Minute)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Download lagu-lagu:
  • Suling Bambu (mp3)
  • Pesanku (mp3)
  • Lain Dulu Lain Pula Sekarang (mp3)
  • Burung Kenari (mp3) 
(Syair lagu-lagu Lilis Suryani menurut urutan alfabet bisa ditemukan di sini)

No comments:

Post a Comment