Saturday, December 14, 2013

27.2 Menangani 'Django' (2)

MENANGANI ‘DJANGO’ (2)
DARI SUKIYAKI KE DJANGGO
Oleh: Nathan Mintaraga

Seperti yang telah disinggung di bagian pertama artikel ini, pada tahun 1964 Lilis Suryani merilis lagu Sukiyaki dalam bahasa Jepang. Anehnya, bertentangan dengan peraturan radio-radio negara (RRI) untuk tidak mengudarakan lagu-lagu yang bukan berbahasa nasional/daerah, lagu itu sangat didukung oleh mereka gara-gara Lilis penyanyinya. Akibatnya, sekalipun syairnya dalam bahasa asing, Sukiyaki versi Lilis tersebut menjadi hit secara nasional berkat dukungan mereka.

Empat tahun kemudian (1968), bersama lima artis kawakan lain yang sudah termasyhur di Indonesia saat itu, Lilis merekam di bawah label Mesra Record album kompilasi (LP) 1 ‘Ini dan Itu’ diiringi oleh orkes Zaenal Combo.

Piringan hitam itu dipenuhi oleh 11 lagu ciptaan pemusik legendaris Zaenal Arifin. Sandra Sanger membawakan Kisah Asmara dan Mungkin. Elly Kasim: Tiada Tjinta Seindah Tjintaku dan Lambaian Bunga. Alfian menyanyikan dua lagu: Dung Ditonga Boringin dan Bintang Taurus. Tuty Subardjo: Apakah Arti Mimpiku dan Mungkin Disebrang Lautan. Serta Onny Surjono: Katakanlah dan Walaupun Tiada Lagi.

Sedangkan Lilis Suryani mengkontribusikan dua buah lagu.

Yang pertama: Djanggo (Django), satu-satunya lagu di dalam album tersebut yang bukan hasil gubahan Zaenal Arifin. Lagu itu disenandungkan oleh Lilis dalam bahasa aslinya, bahasa Italia. Menakjubkan sekali, menurut penelitian seorang penutur asli bahasa itu, dibandingkan dengan pelafalan Ernie Djohan saat menyanyikan lagu La Novia, ternyata pelafalan Lilis saat mendendangkan syair lagu Djanggo, sekalipun tidak sempurna, diakui olehnya jauh lebih baik!

Lagu Lilis yang kedua, Bintang Leo, diciptakan oleh Zaenal Arifin khusus untuknya. Bersama Bintang Taurus dari album yang sama yang dibawakan oleh Alfian, lagu itu mengawali suatu trend baru di Indonesia saat itu, di mana banyak penyanyi terkenal lainnya ikut mendendangkan lagu-lagu yang membahas horoskop-horoskop mereka.

Tetty Kadi, Anna Mathovani dan Aida Mustafa adalah contoh beberapa artis yang ikut berlomba merekam lagu-lagu semacam itu. Tetapi dari banyak versi yang dirilis sesudah itu, tidak ada (termasuk Bintang Taurus) yang mempunyai kaliber sebesar Bintang Leo! Satu-satunya lagu mengenai horoskop yang bisa menjadi hit secara nasional era itu hanyalah lagu yang dinyanyikan oleh Lilis tersebut.

Selain itu tampak nyata melalui album ‘Ini dan Itu’, bahwa untuk pertama kalinya Zaenal Combo menyajikan suatu gaya musik yang agak berbeda dengan biasanya, yang ternyata juga mengawali suatu tanda perubahan era musik pop di Indonesia. Hampir semua lagu yang ada di dalamnya didominasi oleh alunan-alunan suara organ, suatu tipe musik yang akhirnya menguasai dunia musik pop nasional dekade berikutnya (tahun 70-an).

Melalui kesuksesan Djanggo dan Bintang Leo, ‘kegersangan’ hits yang sedang dialami oleh Lilis selama itu ternyata berakhir. Kedua lagu tersebut berhasil membuat dia masuk dan menduduki tangga lagu-lagu nasional lagi, setelah absen cukup lama gara-gara album-album terakhirnya, ‘Pulang Muhibah’ dan ‘Taxi Ibukota’ gagal membuahkan hits yang cukup berarti untuknya.

Album ‘Ini dan Itu’ juga mengulangi lagi kebiasaan-kebiasaan yang selalu terjadi di masa keemasan Lilis di mana setiap kali ia merilis album-album mini (EP) 2 atau LP bersama artis-artis lain yang bersifat kompilasi, selalu hanya lagu-lagu Lilis saja yang menjadi termasyhur. (Lihat artikel: Dari Tjai Kopi Hingga Air Mata – Mendominasi Pasaran Musik Pop)

Karena ternyata sekali lagi, dari ke-12 lagu di dalam album itu, hanya kedua lagu Lilis saja yang berhasil ‘ngetop di Indonesia mendampingi lagu-lagu para artis (remaja) baru yang ketika itu sedang menguasai tangga lagu-lagu nasional di seluruh tanah air. Memang, ke-10 lagu lainnya dari album ‘Ini dan Itu’ mudah sekali dilupakan!

Lagu Djanggo mendapat sambutan yang hangat, baik secara nasional maupun internasional (di Malaysia, Singapura dan Brunei). Lagu tersebut menjadi hit yang besar sekali. Oleh karena itu, sesuai permintaan para penggemarnya, beberapa tahun kemudian (pertengahan pertama tahun 70-an), kembali diiringi oleh orkes Zaenal Combo, Lilis merekam lagu itu lagi.

Hanya kali ini ia mendendangkannya dalam bahasa Indonesia! Lagu dengan judul dalam ejaan baru, Jango, hasil terjemahan Zaenal Arifin itu pun menjadi terkenal sekali lagi kala baru diluncurkan! Bahkan oleh karena lagu terjemahan itu direkam dua kali, di Indonesia oleh Remaco dan di Singapura oleh Philips, Lilis mempunyai dua versi yang agak berbeda.

Akhirnya lagu Jango dalam bahasa Indonesia itu diikut-sertakan di dalam album nostalgia Lilis, di mana semua lagunya dari tahun 1965 sampai 1971 hasil rekaman asli Remaco serta beberapa anak perusahaannya: Indah, Mesra, Mutiara dan Diamond Record, diperbaharui lagi secara digital.

Tahun 2004 album berbentuk Compact Disc (CD), ‘Golden Hits Memory’ dirilis di bawah label BP Disc (Remaco). (Lihat artikel: Album Kenangan – The Best of Lilis Suryani?)

Nathan Mintaraga
Desember 2013

Catatan:

1 LP (Long Play) adalah album PH (Piringan Hitam) yang biasanya memuat delapan lagu dengan maksimum 12 lagu. Diputar dengan kecepatan 33 1/3 RPM (Remixes Per Minute)

2 EP (Extended Play) adalah album mini PH (Piringan Hitam) yang biasanya memuat maksimum empat lagu. Diputar dengan kecepatan 45 RPM (Remixes Per Minute). Populer sekali di era itu sampai kurang lebih akhir dasawarsa ke-60

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Download lagu-lagu:
(Syair lagu-lagu Lilis Suryani menurut urutan alfabet bisa ditemukan di sini)

No comments:

Post a Comment