Thursday, June 20, 2013

18.2 Teringat Selalu (2)

TERINGAT SELALU (2)
MENYAINGI IDOLA
Oleh: Nathan Mintaraga

Kendatipun secara tehnis kualitas piringan-piringan hitam (PH) pertama Lilis Suryani dan Tetty Kadi tidak bisa disetarakan oleh karena diproduksi oleh dua studio rekaman dalam jangka waktu yang berbeda, tetapi seperti saat EP 1 ‘Tjai Kopi’ 2 (Irama Records) dirilis hampir empat tahun sebelumnya, album (LP) 3 ‘Pulau Seribu’ 2 (Remaco) juga memperkenalkan elemen-elemen baru yang ikut merevolusikan dunia musik populer Indonesia di era tersebut.

Ketrampilan Zaenal Arifin dan orkesnya, Zaenal Combo, dalam menciptakan aransemen-aransemen musik yang khas bagi setiap lagu yang ada di dalamnya, membuat album baru itu terdengar menarik, unik dan menonjol sekali.

Hasil produksi piringan hitam baru itu dapat disetarakan dengan kesempurnaan album-album ‘abadi’ Lilis Suryani: ‘Permata Bunda’ (Bali Record), ‘Antosan’ (Bali Record), ‘Tjing Tulungan’ 2 (Remaco) dan ‘Gang Kelintji’ 2 (Remaco), di mana selain semuanya bermutu tinggi sekali, tidak ada satu lagu pun di antaranya yang tidak terkenal.

Melalui kesuksesan album ‘Pulau Seribu’ band Zaenal Combo menjadi semakin termasyhur di Indonesia. Setahun sebelumnya, selain nama orkes mereka sendiri, mereka juga berhasil membuat Retno, Alfian dan S Warno nama-nama yang serentak dikenal masyarakat di seluruh Indonesia. Album kompilasi mereka ‘Sendja di Kaimana’ langsung mengorbitkan nama ketiga artis tersebut ke ketinggian nama bintang-bintang cemerlang lainnya yang pada waktu itu sudah menjadi pujaan masyarakat. Semua lagu yang berasal dari album itu, tak terkecualikan, menjadi hits yang merajai siaran-siaran radio (RRI) di seluruh Nusantara.

Album itu langsung dikenal sebagai ‘Signature Album’ mereka yang pertama, yang juga mengawali bukti keahlian Zaenal Arifin di tahun-tahun berikutnya dalam memupuk dan ‘menciptakan’ bintang-bintang baru yang tak terlupakan seperti Retno dan Tetty Kadi.

Sampai akhir dekade ke-60, di samping ikut andil menenarkan banyak penyanyi remaja baru era itu, ia juga berhasil membantu meluncurkan secara nasional karier fenomenal dua biduanita muda lainnya: Ernie Djohan (1967) dan Titiek Sandhora (1969). (Lihat artikel: Zaenal Combo – Dari ‘Tjing Tulungan’ sampai ‘Selamat Tinggal’)

Album ‘Pulau Seribu’ menyempurnakan keahlian Zaenal Arifin dalam memadukan irama-irama musik tradisional (keroncong) dengan musik populer/modern (pop/rock) yang sudah dipraktikkan dengan sukses sekali melalui album mereka ‘Sendja di Kaimana’. Terdengar pada lagu Kasih Ibu (S Warno) dari album itu, perbaikan yang terjadi pada aransemen musik versi aslinya yang mereka pergunakan saat mengiringi Pattie Bersaudara merekam lagu Batu Badaong (dari album ‘Teman Menari’ 2) hampir setahun sebelumnya.

Kali ini melalui lagu-lagu Pulau Seribu dan Teringat Selalu, Zaenal Arifin dan orkesnya benar-benar berhasil menyempurnakan secara total aransemen musik karya mereka tersebut. Kedua lagu itu langsung menjadi hits yang luar biasa di Indonesia, mengawali karier musik Tetty Kadi yang bertaraf fenomenal sekali. Keenam lagu lainnya dari album yang sama: Bunga Mawar, Ajah dan Ibu, Habis Gelap Terbitlah Terang, Si Kura-Kura, Si Kantjil dan Alam Desa juga berhasil menjadi lagu-lagu yang cukup dikenal sepanjang pertengahan akhir tahun itu.

Keunikan aransemen musik yang diciptakan secara kreatif sekali oleh Zaenal Arifin dan orkesnya khusus untuk album itu, yang membuat setiap lagu di dalamnya terdengar berirama khas, orisinil dan berbeda-beda, ternyata secara selektif dipergunakan lagi oleh mereka saat mengiringi artis-artis lain masuk dapur rekaman tidak lama sesudahnya, seperti Lilis Suryani di albumnya ‘Pemburu’ (1966) atau Ernie Djohan di album ‘Kau Selalu Dihatiku’ (1967), serta album-album kompilasi karya mereka lainnya.

Selain langsung diakui sebagai ‘Signature Album’ Tetty Kadi, jelas sekali album ‘Pulau Seribu’ adalah salah satu piringan hitam terpenting dekade itu, yang juga menjadi salah satu dari banyak sekali ‘Signature Albums’ hasil karya orkes Zaenal Combo.

Semenjak saat itu banyak yang berusaha menjiplak ide-ide aransemen musik mereka yang meskipun diolah menggunakan irama-irama musik tradisional (kuno) Indonesia, selalu terdengar bermutu tinggi, unik dan modern sekali. Kenyataannya, tidak ada satu pun di antara grup-grup tersebut yang pernah berhasil meniru keahlian dan ketrampilan permainan musik mereka!

Kesuksesan album itu yang langsung membuat Tetty Kadi ‘ngetop sekali di seluruh Indonesia ternyata tidak pernah terulang lagi! Memang, sekalipun sesudah itu sampai pertengahan dasawarsa ke-70 ia masih menghasilkan banyak hits, tidak pernah ada albumnya yang bertaraf sesempurna album itu. Piringan hitamnya yang kedua, ‘Senandung Rindu’ 2, yang dirilis hampir setahun sesudahnya dengan iringan orkes Empat Nada di bawah pimpinan Jadin (Janwar/Hassanudin), kendatipun cukup berhasil, jelas tidak mampu memadai keunikan, kesempurnaan dan kesuksesan albumnya yang pertama.

Ketika Tetty Kadi mulai menjadi sorotan media tanah air oleh karena ketenarannya dan juga kesuksesan fenomenal album perdananya, melalui interviu dengan sebuah majalah ternama di Indonesia menjelang akhir tahun 1966, ia mengakui bahwa Lilis Suryani adalah penyanyi kesayangannya. Sedari dahulu ia sudah menjadi penggemar suara dan lagu-lagu Lilis. Bahkan jika diharuskan tampil di acara-acara sekolahnya, ia selalu menyenandungkan lagu-lagu idolanya tersebut.

Jadi seperti Lilis yang mengaku bahwa dulu, sebelum ia sendiri terjun ke dunia musik rekaman nasional, sudah mengagumi Titiek Puspa (Lihat artikel: Hadiah Ulang Tahun – Kisah Terciptanya Gang Kelinci), ternyata Tetty juga mengalami hal yang serupa, hanya kali ini, Lilis-lah yang menjadi idolanya! Tetapi, berbeda dengan Lilis Suryani, yang seperti Titiek Puspa, mahir menciptakan berpuluh-puluh lagu yang berkaliber hits, Tetty Kadi tidak pernah menggubah lagu-lagunya sendiri.

Kehadiran A Riyanto sebagai sepupu di dalam hidupnya jelas sangat membantu dia meraih cita-citanya. Tetapi pertemuannya dengan Zaenal Arifin dan orkesnyalah yang membuat semua itu bisa terlaksana secara fenomenal sekali, yang sama sekali tidak pernah terbayangkan olehnya. Ternyata bertiga, mereka berhasil mencatat sebuah bab yang baru di dalam sejarah musik populer Indonesia era itu.

Sayang sekali, ‘kedudukan’ Tetty Kadi di ‘atas’ sebagai penyanyi yang paling disayangi masyarakat pada waktu itu ternyata tidak bertahan terlampau lama. Karena tahun berikutnya (1967), tepat seperti yang telah terjadi padanya, Zaenal Arifin dan orkesnya mengorbitkan seorang penyanyi remaja lainnya yang juga bisa langsung meraih puncak karier musiknya di dunia musik pop Indonesia.

Dan seperti yang telah dialami oleh Lilis Suryani setahun sebelumnya gara-gara dia, kali ini Tetty Kadi juga harus bersedia turun dari ‘takhtanya’ gara-gara kesuksesan instan yang berhasil diraih oleh penyanyi tersebut!

Nathan Mintaraga
Juni 2013

Catatan:

1 Oleh karena judul sebuah album pada waktu itu tidak begitu lazim, nama lagu yang paling termasyhur dari album tersebut ditambahkan begitu saja di dalam artikel ini sebagai judul albumnya hanya untuk membedakannya dari album-album yang lain

2 EP (Extended Play) adalah album mini PH (Piringan Hitam) yang biasanya memuat maksimum empat lagu. Diputar dengan kecepatan 45 RPM (Remixes Per Minute). Populer sekali di era itu sampai kurang lebih akhir dasawarsa ke-60

3 LP (Long Play) adalah album PH (Piringan Hitam) yang biasanya memuat delapan lagu dengan maksimum 12 lagu. Diputar dengan kecepatan 33 1/3 RPM (Remixes Per Minute)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Download lagu-lagu:
(Syair lagu-lagu Lilis Suryani menurut urutan alfabet bisa ditemukan di sini)

No comments:

Post a Comment