‘SIGNATURE ALBUM’ YANG PERTAMA
Oleh: Nathan Mintaraga
Salah satu album (LP) 1 yang merupakan ‘signature album’ Lilis Suryani, yang membuat namanya
makin termasyhur dan diperbincangkan media di seluruh Indonesia adalah: ‘Antosan’
(1964), hasil kerja samanya dengan orkes Idris Sardi dan Bali Record.
Gaya musiknya yang sangat trendy
di era itu diilhami oleh salah satu album Connie
Francis yang paling tersohor di dunia: ‘Connie Francis Sings Modern Italian Hits’
(1963), dimana seperti album tersebut, keseluruhan iringan musiknya didominasi
oleh keindahan dengungan melodi hasil gesekan senar-senar biola Idris Sardi.
Jelas sekali, tehnik musik yang mengiringi lagu berbahasa Sunda yang paling termasyhur dari album itu: Teungteuingeun, hasil karya pena Muslihat, terdengar mirip sekali dengan gaya musik yang dipergunakan untuk mengiringi: Al Di La, sebuah lagu berbahasa Italia/Inggris dari Connie Francis yang sedang ‘ngetop sekali di dunia saat itu.
Risau, sebuah lagu lainnya dari album ‘Antosan’, adalah lagu Lilis yang
pertama, yang sekalipun saat baru dirilis sangat populer, pernah dilarang wewenang
agar tidak dikumandangkan lagi melalui acara-acara radio nasional (RRI) gara-gara temanya yang tabu
sekali! Sebuah lagu ciptaan Idris Sardi dengan irama dan paduan beat yang amat unik itu (padang pasir dan pop) mengisahkan kegelisahan hati seorang gadis
remaja yang baru saja dicampakkan kekasihnya setelah dinodai dan menjadi
hamil.
Selain itu, melalui lagu tersebut untuk pertama kalinya Lilis menciptakan
sebuah ‘moment’ yang khas, yang
sangat mengesankan, dan yang belum pernah dilakukan oleh bintang-bintang
rekaman lainnya di Indonesia, bahkan mungkin di dunia!
Kemasyhuran kesahan nafasnya yang amat menyayat hati saat mendendangkan
refrain lagu itu menjadi ‘trademark’-nya
yang tak terlupakan, yang muncul lagi di tahun-tahun berikutnya, di beberapa
lagunya yang lain, seperti: Kau Pembela Nusa dan Bangsa (album ‘Tjing Tulungan’ 2), Pergi Perdjoang (album
‘Aneka
12’) dan Ditinggal Mama (album
‘007’).
Bahkan ternyata trademark
tersebut kemudian ditiru oleh banyak artis Indonesia terkenal lainnya,
seperti: Titiek Puspa, Titiek Sandhora dan lain-lainnya. Ernie Djohan juga melakukan kesahan
nafas yang sama ketika ia mendendangkan refrain dari lagunya yang terkenal: Sendja
di Batas Kota (1967).
Di samping kontroversi gara-gara isi syair lagu Risau tersebut, sebuah lagu lainnya yang berjudul: Hilda,
ciptaan Muslihat, sempat mengawali desas-desus media yang tiba-tiba menjadi tertarik
sekali untuk memperbincangkan dan mempertanyakan orientasi seksualitas Lilis Suryani. Lagu yang memang seharusnya
tidak dinyanyikan oleh seorang wanita, karena syairnya memproklamirkan rasa
cinta dan rindu dendam seorang pria terhadap pujaan hatinya, gadis bernama Hilda,
mengakibatkan kesalah-pahaman itu menjadi tema gosip yang cukup menarik untuk
diikuti oleh para penggemar setianya. Apalagi ketika lagu dengan tema yang
serupa: Hesty dari album ‘Tjing
Tulungan’ 2, hasil karya penanya sendiri dirilis tidak
lama sesudahnya.
Tetapi kendatipun demikian album yang berisi 12 hits tak terlupakan itu,
di antaranya: Luciana, Dimana Kau Kasih, Badju
Baru, Keluhanku dan Adikku Sajang, ternyata menjadi
albumnya yang paling laris di Indonesia semenjak kariernya diluncurkan hampir dua
tahun sebelumnya.
Selain Teungteuingeun, di
dalam album tersebut terdapat tiga lagu klasik berbahasa Sunda lainnya, juga hasil gubahan Muslihat: Antosan, Tjau
Ambon dan Naha. Serta sebuah lagu
berbahasa Minang yang berjudul: Sansaro, lagu yang diciptakan oleh Bing Slamet.
Ternyata melalui album itu Lilis berhasil meraih puncak karier musiknya dengan
mendemonstrasikan kemampuannya di sana dalam menginterpretasikan
lagu-lagu berbahasa daerah yang di-pop-kan! Berbeda dengan para artis lainnya
yang juga menyenandungkan lagu-lagu yang serupa, versi modern yang dibawakan
oleh Lilis Suryani selalu terdengar unik dan berkualitas tinggi sekali.
Gara-gara album ‘Antosan’, secara
instan ia diakui sebagai Biduanita Piringan Hitam Nomor Satu
di Indonesia. Album tersebut laku
keras sekali! Dalam waktu serentak lagu-lagunya menduduki tingkat-tingkat
tertinggi di tangga lagu-lagu daerah, dan juga nasional.
Oleh karena Bali Record
memakai peralatan recording yang
paling canggih di masa itu untuk merekam ketrampilan delapan artis terunggul di
bidang masing-masing, terciptalah beberapa album klasik tahun 1964 yang
berkualitas ‘way ahead of time’ (jauh di depan mendahului waktu)!
Sampai sekarang lagu-lagu Lilis Suryani yang diiringi oleh orkes-orkes Eka
Sapta dan Idris Sardi masih terdengar aktuil sekali. Kendatipun direkam
hampir 50 tahun yang lalu,
album-album mereka sama sekali tidak terdengar ketinggalan jaman. Lagu-lagunya
menjadi lagu-lagu pop klasik tak terlupakan yang sampai sekarang masih sering
disenandungkan dan direkam oleh artis-artis lainnya, baik di Indonesia maupun Malaysia.
Nathan Mintaraga
Oktober 2012
Catatan:
1 LP (Long Play) adalah album PH (Piringan Hitam) yang biasanya memuat delapan lagu dengan maksimum
12 lagu. Diputar dengan kecepatan 33 1/3 RPM (Remixes Per
Minute)
2 Oleh
karena judul sebuah album pada waktu itu tidak begitu lazim, nama lagu yang
paling termasyhur dari album tersebut ditambahkan begitu saja di dalam artikel
ini sebagai judul albumnya hanya untuk membedakannya dari album-album yang lain
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Download
lagu-lagu:
- Teungteuingeun (mp3)
- Sansaro (mp3)
- Keluhanku (mp3)
- Keluhanku
- Naha (mp3)
- Hilda (mp3)
- Adikku Sajang (mp3)
- Adikku Sajang
- Risau (mp3)
- Luciana
- Antosan (mp3)
- Dimana Kau Kasih (mp3)
- Tjau Ambon (mp3)
- Badju Baru (mp3)
- Badju Baru
- Hesty (mp3)
- Kau Pembela Nusa dan Bangsa (mp3)
- Tjing Tulungan (mp3)
- Pergi Perdjoang (mp3)
- Ditinggal Mama (mp3)
- Sendja di Batas Kota – Ernie Djohan (mp3)
- Al Di La – Connie Francis (mp3)
No comments:
Post a Comment